Asal Usul Manusia
Setiap manusia pasti memiliki pertanyaan yang sangat mendasar tentang ‘siapakah aku?’ dan ‘darimana aku berasal?’.
Dalam Spiritualitas Jawa atau Kejawen, jawaban pertanyaan tersebut adalah bahwa setiap manusia berasal ‘seko mula-mula, bali marang mula-mula’, dari mula-mula kembali ke mula-mula, dari kesucian dan kembali lagi pada kesucian.
Manusia yang berasal dari kesucian, datang ke dunia mengemban sebuah misi untuk dikerjakan dengan sebaik-baiknya selama berada di dunia. Dengan tugas utama manusia untuk makaryo-berkarya agar berguna untuk diri dan sesamanya, manusia juga memikul tugas utama lain untuk Memayu Hayuning Bawono-Melestarikan Kecantikan Dunia, dimana setiap manusia bertugas untuk menjaga, merawat dunia dan seisinya agar tetap utuh, aman dan nyaman untuk dihuni dan terus dapat dibudidayakan bagi kesejahteraan seluruh mahluk termasuk manusia dengan anak keturunannya (untuk lebih jelasnya bisa melihat Bab Memayu Hayuning Bawono).
Pada awal kehidupan manusia, ketika jagat masih sepi dan keadaan masih sederhana, kehidupan manusia berjalan adem-ayem: kebutuhan manusia belum banyak macam dan manusia hidup tentram menjalani kewajiban keduniawian dengan baik, sambil memenuhi kewajibannya berbakti kepada Gusti, Tuhan Sang Pencipta Jagat Raya dan menghormati ajaran pinisepuh.
Ketika kehidupan mulai menggeliat lebih kencang dan gebyar kehidupan duniawi mulai meriah, banyak orang mulai tidak melaksanakan tugas kehidupan sesuai dengan misi yang digariskan sebelum ia lahir atau istilah Jawanya ndleyo-melenceng dari penugasannya, karena alasan tergoda atau lupa istilah Jawanya lali, atau memang karena manusia tersebut sengaja melupakan atau nglali.
Gebyar kehidupan dunia yang serba mengejar kemewahan dan kehidupan materi, telah membuat banyak orang tidak memiliki kepekaan rasa spiritual, bahkan mati rasa, hal mana menjauhkannya dari tuntunan spiritual paling penting yaitu Manunggaling Kawulo Gusti.
Cahaya Kehidupan di Angkasa Raya
Angkasa-raya yang membentang indah damai tanpa batas, dihiasi dengan planet-planet, bintang-bintang dan supernova yang jutaan bahkan tak terhitung jumlahnya adalah awal penciptaan manusia. Di angkasa-raya terdapat cahaya berwarna putih, hijau dan kuning, ketiga cahaya yang merupakan awal penciptaan atau dalam Kejawen disebut sebagai KANG MURBENG ALAM, ADA-ADA GAWE LELAKON URIP yang berarti Awal Sang Penguasa Alam mulai mencipta kehidupan.
Ketiga cahaya tersebut disebut PAMOR dan terdiri dari Pamor Putih – GARINI, Pamor Hijau – Nurani, dan Pamor Kuning- Handini. Bila PAMOR atau salah satu cahaya tersebut bertemu SERENG-cahaya matahari, maka ia akan menjadi RIJAL. Rijal adalah Cahaya yang menjadi CIKAL BAKAL MANUSIA yang dititahkan oleh Kang Murbeng Alam-Sang Pencipta Alam, Tuhan, untuk menjadi SUKSMA. Ketika Suksma menjadi manusia atau istilah Kejawennya adalah Jumeneng Manuswa, ia pun menjadi HYANG SUKSMA.
Selanjutnya proses penciptaan manusia terbagi menjadi dua:
- NURANI/Pamor Hijau bertemu Sereng lalu Jumeneng Manuswa menjadi JIWA bersifat Wanita.
- HANDINI/Pamor Kuning bertemu Sereng lalu Jumeneng Manuswa menjadi JIWA bersifat Pria.
Catatan: manuswa berasal dari kata manu artinya malu; dan swa artinya hewan. Manusia yang tak punya malu setara dengan hewan.
Setelah proses di atas, proses selanjutnya adalah proses menyatunya Hyang Suksma dan Jiwa yang bersifat Wanita atau Pria dengan Trimurti Jagat yang merupakan gabungan dari unsur-unsur: angin, air, api lalu manunggal dengan sarinya PRATIWI yaitu Pratiwi Tanah.
Dan setelahnya, melalui proses teramat sempurna hubungan kasih antara seorang pria dewasa dan wanita dewasa, manusia dilahirkan menjadi Manusia Wanita atau Manusia Pria, yang berbadan jasmani, lengkap dengan unsur-unsur: Hyang Suksma, Jiwa Wanita atau Jiwa Pria dan Nyawa. NYAWA adalah angin yang keluar dari Pamor, Rijal, Jiwa dan Hyang Suksma. Bila tidak ada Nyawa, manusia tidak bisa bernapas.
Persamaan Konstruksi Manusia dengan Konstruksi Planet
Perlu diketahui bahwa terciptanya manusia memiliki persamaan dengan terciptanya planet-planet, bintang-bintang dan supernova. Cahaya Kehidupan bisa menjadi cikal bakal manusia atau cikal bakal planet-planet. Oleh karenanya bisa dipahami, benda-benda di angkasa raya dengan cahayanya yang bisa dilihat sampai ke Bumi, sangat berpengaruh pada jalan kehidupan manusia.
Adalah Garini = Cahaya Putih yang menjadi sari jagat planet-planet, bintang-bintang dan supernova (cahaya putih terdiri dari berbagai warna cahaya diantaranya merah, biru dan kuning). Ada planet yang bisa dihuni dan ada yang tidak bisa dihuni, tergantung pada pengaruh cahaya yang ada di planet tersebut. Planet yang terlampau banyak cahaya merahnya akan menjadi panas, dan bila terlampau banyak cahaya biru maka planet tersebut akan menjadi dingin. Sementara bila ia memiliki banyak cahaya kuning, ia akan melahirkan keindahan.
Konstruksi Planet:
- Paling dalam : Cahaya/ Hyang Suksma
- Ditengah : Gas dan Cairan
- Terluar : Kulit Planet
Konstruksi Manusia:
- Paling dalam : Cahaya/ Hyang Suksma
- Di Tengah : Jiwa
- Terluar : Badan yang mempunyai panca indera dan indera ke enam
Unsur-unsur lengkap manusia secara batin dan lahir seperti dijelaskan di atas disiapkan agar manusia dapat melaksanakan tugas hidupnya, sesuai dengan misi yang diembannya. Kesiapan lahir batin itu juga dimaksud agar manusia dapat terus belajar, sesuai ajaran Kejawen yang menyatakan bahwa manusia dititahkan hidup di dunia untuk belajar dan tidak akan pernah berhenti belajar.
Pengaruh Planet dan Bintang pada Kehidupan Manusia Bumi
Pengaruh benda-benda angkasa dijelaskan dengan gamblang pada kalender Jawa asli yang dibuat berdasarkan musim dan disebut Pranotomongso (untuk lebih jelasnya silakan baca bab Pranotomongso). Dengan kalender asli Jawa tersebut serta Ilmu Perbintangan atau Astronomi yang sudah dikenal di Jawa sejak lebih dari 3000 Tahun SM, orang Jawa telah memiliki panduan kapan harus mulai bercocok tanam dengan sistem persawahan basah dan kapan saat yang aman untuk melaut, sekaligus waktu yang tepat agar mendapat banyak tangkapan.
Tidak hanya menjadi panduan untuk beraktifitas, benda-benda langit seperti Bulan dan sinarnya juga sangat mempengaruhi kehidupan manusia, baik lahiriah maupun spiritual (silakan baca bab Kalender Jawa – Hubungannya Dengan Kehidupan Spiritual), begitu juga matahari dan bintang-bintang yang memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari, juga pada saat melakukan laku/langkah spiritual seperti meditasi yang dilakukan oleh Penghayat Kepercayaan Kepada Tuhan YME agar dapat hidup selaras dengan karsa Gusti, Sang Pencipta jagat raya dan kehidupan
Hingga Bumi berjutaan tahun, Bumi hanya dihuni oleh mahluk yang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang pada saat itu masih sangat keras dan terlalu berbahaya bagi manusia. Sang Pencipta Alamlah yang menentukan kapan dimulainya keberadaan manusia di bumi. Saat Sang Pencipta memutuskan manusia telah dapat menghuni Bumi, setiap manusia yang lahir dan hidup di bumi, selalu didampingi oleh saudara-saudara dan pengawal ‘halus’nya, yang tidak terlihat oleh mata biasa, hal mana adalah purbawasesa–kuasa mutlak Tuhan, Sang Pencipta (Silakan baca Bab Saudara Halus dan Pengawal Halus).
Manusia yang terlahir dan hidup di bumi selanjutnya menjalani dua kodrat kehidupan yaitu lahir dan mati. Hidup Sejati yang berbusana raga jasmani datang untuk beberapa tahun melakukan misi hidupnya di bumi, sampai tiba waktunya, busana raga rusak, ditinggal di Bumi, dan Hidup Sejati kembali ke asal mulanya. Kejawen menyebutnya Cakra Manggilingan yang berarti sesuatu yang pada suatu saat hidup di alam suci, lalu hidup di bumi dan nantinya kembali lagi ke alam suci. Menurut Kejawen, proses keseluruhan hidup seorang manusia, siapapun, adalah Sangkan Paraning Dumadi, dari kesucian kembali lagi pada kesucian.
SURYO S.NEGORO